Oleh: Erica Wahyu Suraya
Source: Blueband.com
Stunting merupakan gangguan pertumbuhan fisik yang ditandai dengan penurunan kecepatan pertumbuhan dan merupakan dampak dari ketidakseimbangan gizi.Menurut World Health Organization (WHO) Child Growth Standart, stunting didasarkan pada indeks panjang badan dibanding umur (PB/U) atau tinggi badan dibanding umur (TB/U) dengan batas (z-score) kurang dari -2 SD.
Mudahnya, stunting adalah kondisi di mana anak mengalami gangguan pertumbuhan sehingga menyebabkan tubuhnya lebih pendek ketimbang teman-teman seusianya dan memiliki penyebab utama kekurangan nutrisi.Banyak yang tidak tahu kalau anak pendek adalah tanda dari adanya masalah gizi kronis pada pertumbuhan tubuh si kecil. Hanya saja, perlu diingat bahwa anak pendek belum tentu stunting, sedangkan anak stunting pasti terlihat pendek.
Stunting masih merupakan satu masalah gizi di Indonesia yang belum terselesaikan. Stunting akan menyebabkan dampak jangka panjang yaitu terganggunya perkembangan fisik, mental, intelektual, serta kognitif. Anak yang terkena stunting hingga usia 5 tahun akan sulit untuk diperbaiki sehingga akan berlanjut hingga dewasa dan dapat meningkatkan risiko keturunan dengan berat badan lahir yang rendah (BBLR).
Ibu memegang peranan penting dalam mendukung upaya mengatasi masalah gizi, terutama dalam hal asupan gizi keluarga, mulai dari penyiapan makanan, pemilihan bahan makanan, sampai menu makanan. Ibu yang memiliki status gizi baik akan melahirkan anak yang bergizi baik. Kemampuan keluarga dalam memenuhi kebutuhan pangan baik dalam jumlah maupun mutu gizinya sangat berpengaruh bagi status gizi anak.
Keluarga dengan penghasilan relatif tetap, prevalensi berat kurang dan prevalensi kependekan lebih rendah dibandingkan dengan keluarga yang berpenghasilan tidak tetap. Sebagaimana diketahui bahwa asupan zat gizi yang optimal menunjang tumbuh kembang balita baik secara fisik, psikis, maupun motorik atau dengan kata lain, asupan zat gizi yang optimal pada saat ini merupakan gambaran pertumbuhan dan perkembangan yang optimal pula di hari depan.
Anak masuk ke dalam kategori stunting ketika panjang atau tinggi badannya menunjukkan angka di bawah -2 standar deviasi (SD). Terlebih lagi, jika kondisi ini dialami anak yang masih di bawah usia 2 tahun dan harus ditangani dengan segera dan tepat.Penilaian status gizi dengan standar deviasi tersebut biasanya menggunakan grafik pertumbuhan anak (GPA) dari WHO.
Tubuh pendek pada anak yang berada di bawah standar normal merupakan akibat dari kondisi kurang gizi yang telah berlangsung dalam waktu lama. Hal tersebut yang kemudian membuat pertumbuhan tinggi badan anak terhambat sehingga mengakibatkan dirinya tergolong stunting. Namun, anak dengan tubuh pendek belum tentu serta merta mengalami stunting. Kondisi ini hanya terjadi ketika asupan nutrisi harian anak kurang sehingga memengaruhi perkembangan tinggi badannya.
Faktor penyebab stunting pada anak :
1.Kurang asupan gizi selama hamil
WHO atau badan kesehatan dunia menyatakan bahwa sekitar 20% kejadian stunting sudah terjadi saat bayi masih berada di dalam kandungan.Hal ini disebabkan oleh asupan ibu selama hamil yang kurang bergizi dan berkualitas sehingga nutrisi yang diterima janin cenderung sedikit. Akhirnya, pertumbuhan di dalam kandungan mulai terhambat dan terus berlanjut setelah kelahiran. Oleh karena itu, penting untuk mencukupi berbagai nutrisi penting selama hamil.
2.kebutuhan gizi anak tidak tercukupi
Selain itu, kondisi ini juga bisa terjadi akibat makanan balita saat masih di bawah usia 2 tahun yang tidak tercukupi, seperti posisi menyusui yang kurang tepat, tidak diberikan ASI eksklusif, hingga MPASI (makanan pendamping ASI) yang kurang berkualitas. Banyak teori yang menyatakan bahwa kurangnya asupan makanan juga bisa menjadi salah satu faktor utama penyebab stunting. Khususnya asupan makanan yang mengandung protein serta mineral zinc (seng) dan zat besi ketika anak masih berusia balita.
Selain itu yang sudah disebutkan di atas, ada beberapa faktor lain yang menyebabkan stunting pada anak, yaitu:
Kurangnya pengetahuan ibu mengenai gizi sebelum hamil, saat hamil, dan setelah melahirkan.
Terbatasnya akses pelayanan kesehatan, termasuk layanan kehamilan dan postnatal (setelah melahirkan).
Kurangnya akses air bersih dan sanitasi.
Masih kurangnya akses makanan bergizi karena tergolong mahal.
Ciri-ciri stunting pada anak :
Perlu dipahami bahwa tidak semua anak balita yang berperawakan pendek mengalami stunting. Masalah kesehatan ini merupakan keadaan tubuh yang sangat pendek dilihat dari standar baku pengukuran tinggi badan menurut usia dari WHO.
Menurut Kemenkes RI, balita bisa diketahui stunting bila sudah diukur panjang atau tinggi badannya, lalu dibandingkan dengan standar, dan hasil pengukurannya ini berada pada kisaran di bawah normal.Seorang anak termasuk dalam stunting atau tidak, tergantung dari hasil pengukuran tersebut. Jadi tidak bisa hanya dikira-kira atau ditebak saja tanpa pengukuran.
Selain tubuh yang berperawakan pendek dari anak seusianya, ada juga ciri-ciri lainnya yakni:
Pertumbuhan melambat
Wajah tampak lebih muda dari anak seusianya
Pertumbuhan gigi terlambat
Performa buruk pada kemampuan fokus dan memori belajarnya
Usia 8 – 10 tahun anak menjadi lebih pendiam, tidak banyak melakukan kontak mata terhadap orang disekitarnya
Berat badan balita tidak naik bahkan cenderung menurun.
Perkembangan tubuh anak terhambat, seperti telat menarche (menstruasi pertama anak perempuan).
Anak mudah terserang berbagai penyakit infeksi.
Dampak stunting bagi anak :
Dampak jangka panjangnya, stunting yang tidak ditangani dengan baik sedini mungkin berdampak:
Menurunkan kemampuan perkembangan kognitif otak anak
Kekebalan tubuh lemah sehingga mudah sakit
Risiko tinggi munculnya penyakit metabolik seperti kegemukan
Penyakit jantung
Penyakit pembuluh darah
Kesulitan belajar
Bahkan, ketika sudah dewasa nanti, anak dengan tubuh pendek akan memiliki tingkat produktivitas yang rendah dan sulit bersaing di dalam dunia kerja.Bagi anak perempuan yang mengalami stunting, ia berisiko untuk mengalami masalah kesehatan dan perkembangan pada keturunannya saat sudah dewasa.
Hal tersebut biasanya terjadi pada wanita dewasa dengan tinggi badan kurang dari 145 cm karena mengalami stunting sejak kecil. Ibu hamil yang bertubuh pendek di bawah rata-rata (maternal stunting) akan mengalami perlambatan aliran darah ke janin serta pertumbuhan rahim dan plasenta. Bukan tidak mungkin, kondisi tersebut berdampak pada kondisi bayi yang dilahirkan.
Bayi yang lahir dari ibu dengan tinggi badan di bawah rata-rata berisiko mengalami komplikasi medis yang serius, bahkan pertumbuhan yang terhambat.Perkembangan saraf dan kemampuan intelektual bayi tersebut bisa terhambat disertai dengan tinggi badan anak tidak sesuai usia.Selayaknya stunting yang berlangsung sejak kecil, bayi dengan kondisi tersebut juga akan terus mengalami hal yang sama sampai ia beranjak dewasa.
Referensi :
Apriluana, G., & Fikawati, S. (2018). Analisis faktor-faktor risiko terhadap kejadian stunting pada balita (0-59 bulan) di negara berkembang dan asia tenggara. Media Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, 28(4), 247-256.
Comentarios